watch sexy videos at nza-vids!
WWW.CERITAINDO.SEXTGEM.COM

Find us On Facebook and Twitter
facebook.jpg | twitter.jpg

ARISAN BERONDONG TANTE GIRANG

Tulisan ini diangkat berdasarkan kisah dan
pengalaman yang sesungguhnya dengan nama
pelaku serta tempat yang telah diubah. Apabila
terdapat kesamaan nama maupun tempat
peristiwa dalam tulisan ini, hal itu hanya
merupakan suatu kebetulan belaka dan tidak ada
hubungannya dengan siapa pun juga.
“Apa yang akan aku lakukan di sini?” pikirku
ketika tiba di depan pintu gerbang villa itu. Villa
tersebut terletak di sebuah bukit terpencil di
tengah kerimbunan hutan pinus. Untuk sampai
di sana kita harus melalui sebuah jalan kecil yang
merupakan jalan pribadi yang menghubungi villa
tersebut dengan jalan utama. Di ujung jalan
tersebut kita akan menjumpai sebuah pintu
gerbang yang kokoh terbuat dari besi memagari
sebuah bangunan artistik dikelilingi oleh taman
yang asri. Begitu kami mendekati gerbang
tersebut, tiba-tiba dua orang laki-laki
berpotongan rambut pendek dengan tubuh
kekar menghampiri kami. Suamiku segera
menyodorkan sebuah kartu nama yang entah
dari mana dia peroleh. Kemudian dengan wajah
ramah mereka membukakan pintu dan
mempersilakan kami masuk.
Di dalam pekarangan villa itu kulihat beberapa
mobil telah terparkir di sana dan salah satunya
adalah mobil Priyono sahabat suamiku. Keluarga
kami dan keluarga Priyono memang bersahabat.
Umur kami tidak jauh berbeda sehingga kami
mempunyai persamaan dalam pergaulan.
Suamiku seorang pengusaha muda sukses,
demikian juga Priyono. Baik suamiku maupun
Priyono mereka sama-sama sibuknya. Mereka
kelihatannya selalu dikejar waktu untuk meraih
sukses yang lebih besar lagi bagi keuntungan
bisnisnya. Sehingga boleh dikatakan hidup kami
sangat berlebih sekali akan tetapi di lain sisi waktu
untuk keluarga menjadi terbatas sekali. Hanya
pada hari-hari weekend saja kami baru dapat
berkumpul bersama. Dan itu pun apabila
suamiku tidak ada urusan bisnisnya di luar kota.
Keadaan itu dialami juga oleh istri Priyono,
Novie. Sehingga antara aku dan istri Priyono
merasa cocok dan akrab satu sama lainnya.
Kami juga selalu mengatur waktu senggang
bersama untuk melakukan pertemuan-
pertemuan rutin atau rekreasi bersama.
Kebetulan istri Priyono, juga agak sebaya
denganku. Bedanya dia baru berumur tiga puluh
tahun sedangkan aku telah berumur tiga puluh
lima tahun. Apalagi wajahnya masih tetap seperti
anak-anak remaja dengan tahi lalat di atas
bibirnya membuat penampilan istri Priyono
kelihatan lebih muda lagi. Selain itu bentuk
tubuhnya agak mungil dibandingkan denganku.
Badannya semampai namun berbentuk sangat
atletis. Maklumlah selain dia secara rutin
mengikuti kegiatan latihan di salah satu fitness
center, dia juga memang seorang atlet renang.
Sehingga warna kulitnya agak kecoklatan-
coklatan terkena sinar matahari.
Berbeda denganku yang berkulit agak putih
dengan bentuk tubuh yang agak lebih gemuk
sedikit sehingga buah dada dan pinggulku lebih
kelihatan menonjol dibandingkan dengan istri
Priyono. Menurut pandanganku penampilan istri
Priyono manis sekali. Ada suatu daya tarik
tersendiri yang dimilikinya setidak-tidaknya
demikian juga menurut suamiku. Aku tahu hal
itu karena suamiku sering membicarakannya
dan malahan pernah bergurau kepadaku
bagaimana rasanya sekiranya dia melakukan
hubungan seks dengan istri Priyono.
Pertemuan kami dengan keluarga Priyono pada
mulanya diisi dengan pergi makan malam
bersama atau mengunjungi club rekreasi para
eksekutif di setiap akhir pekan. Sekali-sekali kami
bermain kartu atau pergi berdarmawisata. Akan
tetapi ketika hal tersebut sudah mulai terasa rutin,
pada suatu saat suamiku dan Priyono mengajak
kami untuk ikut menjadi anggota CAPS.
“Apa artinya itu..?” kataku.
“Artinya adalah Club Arisan Para Suami atau
disingkat CAPS, kalau diucapkan dalam bahasa
Inggris jadi kep’es, tuh gagah nggak namanya”,
jawab Priyono.
“Walah, baru tahu sekarang para suami juga
kayak perempuan, pakai arisan segala”, kataku.
“Ini arisan bukan sembarang arisan..”, kata
Priyono membela diri.
“Dahulu mau dinamakan The Golden Key Club,
tapi gara-gara Eddy Tanzil maka namanya
diganti jadi CAPS, Club Arisan Para Suami”,
katanya lagi.
“Ya sudah kalau begitu.., kalau arisan para suami
kenapa istri perlu dibawa-bawa ikut jadi
anggota?” debatku lagi.
“Rupanya belum tahu dia..!” kata Prioyono dalam
logat Madura seraya menunjukkan jempol ke
arahku sambil melirik kepada suamiku. Suamiku
juga jadi ikut tertawa mendengar logat Prioyono
itu.
“Hei, rupanya pake rahasia-rahasiaan segala
ya..!” kataku sambil memukul pundaknya.
“Iya Mbak.., mereka berdua sekarang ini lagi
selalu kasak-kusuk saja. Jangan-jangan memang
punya rahasia yang terpendam”, tiba-tiba kata
istri Priyono menimpaliku.
“Eh, jangan marah dulu.. club arisan ini
merupakan suatu club yang ekslusif. Tidak
sembarangan orang boleh ikut! Hanya mereka
yang merupakan kawan dekat saja yang boleh
ikut dan itu juga harus memenuhi syarat!”
“Syarat apa..?!”
“Misalnya para anggota harus terdiri dari
pasangan suami istri yang sah! Betul-betul sah..
saah.. saah!” katanya meniru gaya Marisa Haque
diiklan TV.
“Kalau belum beristri atau bukan istri yang sah,
dilarang keras untuk ikut! Oleh karena itu untuk
ikut arisan ini perlu dilakukan seleksi yang ketat
sekali dan tidak main-main! Jadi nggak ada yang
namanya itu rahasiaan-rahasiaan..!” kata Priyono
lagi.
“Ah kayak mau jadi caleg saja.. pakai diseleksi
segala! Nggak mau sekalian juga pakai Litsus,
terus penataran! Arisan ya arisan saja..! Dimana-
mana juga sama! Paling-paling Bapak-bapaknya
ngumpul ngobrolin cewek-cewek dan Ibu-
ibunya ngerumpi sambil comot makanan
disana-sini.., akhirnya perutnya jadi gendut dan
pulang-pulang jadi bertengkar di rumah karena
dengar gosip ini itu!” kataku.
“Nah, disini masalahnya. Arisan kita itu bukan
arisan gosip, tapi arisan yang sip!” kata Priyono.
“Jadi arisan apa pun itu, apa sip, apa sup, apa
saham, emas, berlian, Mercy atau BMW, ya
akhirnya semua sama saja.., yang keluar duluan
hanya gosip?” kataku ketus.
“Bukan.., bukan seperti itu. Malahan sebaliknya..,
arisan ini justru bertujuan buat
mengharmoniskan kehidupan perkawinan antara
suami istri!” jawab Priyono.
“Lho, untuk itu kenapa mesti arisan..?” kataku
lagi.
“Boleh nggak diberi tahu Mas?” kata Priyono
sambil melirik kepada suamiku. Suamiku
tersenyum sambil mengangguk.
“Begini Mbak, terus terang saja, arisan kita itu
bentuknya kegiatan tukar-menukar pasangan”,
katanya.
“Pasangan?! Pasangan apa..?” jawabku dengan
sangat heran.
“Ya itu, pasangan suami-istri”, tiba-tiba suamiku
menyeletuk.
“Mengapa harus ditukar-tukar sih? Dan apanya
yang ditukar?” tanyaku karena aku jadi semakin
tidak mengerti atas penjelasan suamiku itu.
“Walah, penjelasannya panjang.., ini kan jaman
emansipasi”, kata suamiku.
“Memangnya apa hubungannya dengan jaman
emansipasi!” aku menyela kata-kata suamiku.
“Begini.., kegiatan club ini sebenarnya bertujuan
untuk mengharmoniskan kehidupan suami istri
dalam rumah tangga”, kata suamiku.
“Jadi..”
“Jadi.., jadi ya kau ikut saja dulu deh! Nanti baru
tahu manfaatnya!” kata Priyono menyeletuk.
“Nggak mau ah kalau hanya ikut-ikutan!”
“Begini Neng!” kata suamiku. “Singkatnya
menurut pandangan para pakar seksualogi
dalam kehidupan perkawinan seseorang pada
saat-saat tertentu terdapat suatu periode rawan
dimana dalam periode tersebut kehidupan
perkawinan seseorang itu mengalami krisis.
Krisis ini apabila tidak disadari akan menimbulkan
bencana yang besar yaitu tidak adanya
kegairahan lagi dalam kehidupan perkawinan.
Apabila tidak ada kegairahan lagi antara suami-
istri biasanya akan membawa akibat yang fatal”,
kata suamiku lagi.
“Misalnya bagaimana?”
“Ya dalam kehidupan perkawinan itu secara tidak
disadari timbul kejenuhan-kejenuhan. Kejenuhan
yang paling utama dalam periode tersebut
biasanya dalam masalah hubungan badan antara
suami istri, pada periode tersebut hubungan
seks antara suami-istri tidak lagi menyala-nyala
sebagaimana pada masa setelah pengantin baru.
Kedua belah pihak biasanya telah kehilangan
kegairahan dalam hubungan mereka di tempat
tidur yang disebabkan oleh berbagai faktor.
Hubungan badan suami istri tersebut akhirnya
terasa menjadi datar dan hanya merupakan
suatu hal yang rutin saja. Untuk mengatasi hal
itu bagi para pasangan suami istri perlu
mendapatkan penggantian suasana, khususnya
suasana dalam hubungan di tempat tidur”, kata
suamiku.
“Ah itu kan hanya alasan yang dicari-cari saja..,
bilang saja kalau sudah bosan dengan istri atau
mau cari yang lain!” kataku.
“Nah, disinilah memang letak masalahnya.., yaitu
‘kebosanan’.., dan ‘wanita lain’. Hal itu sangat
betul sekali.., karena ‘kebosanan’ merupakan sifat
manusia, sedangkan ‘keinginan kepada wanita
lain’ secara terus terang itu merupakan sifat
naluri kaum laki-laki secara umum, disadari atau
tidak disadari, diakui atau tidak diakui, mereka
mempunyai naluri poligamis, yaitu berkeinginan
untuk melakukan hubungan badan tidak dengan
satu wanita saja. Akan tetapi sifat-sifat ini justru
merupakan ’sumber konflik utama’ dari krisis
kehidupan perkawinan seseorang! Nah!, hal inilah
yang akan dicegah dalam kegiatan club itu!”
“Jelasnya bagaimana?” kataku.
“Apabila seorang suami menuruti naluri kelaki-
lakiannya itu, maka dia cenderung akan
melakukan penyelewengan dengan wanita lain
secara sembunyi-sembunyi. Mengapa..? Karena
dia tahu hal itu akan merupakan sumber konflik
dalam rumah tangga yang sangat berbahaya.
Pertama-tama karena dia tahu istri tidak
menyetujuinya, oleh karena itu dilakukan secara
sembunyi-sembunyi, yang kedua hal itu
membuat suatu keadaan yang tidak adil dalam
kehidupan suami-istri. Kalau suaminya bisa
merasakan orang lain, untuk mendapatkan
kenikmatan seksual yang lain daripada istrinya,
kenapa istrinya tidak..!”
“Apakah memang demikian problem dari
sebuah perkawinan? Aku kira bukan hanya soal
seks saja yang menjadi konflik dalam hubungan
suami istri, namun juga tentunya ada unsur
lainnya!” kataku berargumentasi.
“Tidak salah pendapatmu! Memang benar dalam
suatu perkawinan banyak unsur yang
mempengaruhinya, akan tetapi dalam
perkawinan hanya ada dua unsur saja yang
paling dominan, ibarat kopi dengan susunya!”
kata suamiku.
“Apa hubungan perkawian dengan kopi susu?”
tanyaku agak heran.
“Begini..” kata suamiku selanjutnya. “Dalam
suatu perkawinan sebenarnya merupakan
campuran antara dua unsur yang sangat
berbeda, yaitu antara unsur ‘cinta’ dan unsur
‘kenikmatan seks’. Kedua unsur ini saling
melengkapi dalam hubungan perkawinan
seseorang. Unsur cinta adalah merupakan faktor
yang dominan yang merupakan faktor utama
terjalinnya suatu ikatan batin antara dua insan
yang berlainan jenis. Unsur cinta ditandai dengan
adanya kerelaan pengabdian dan pengorbanan
dari masing-masing pihak dengan penuh
keihlasan dan tanpa mementingkan egoisme
dalam diri pribadi. Sedangkan unsur kenikmatan
seks adalah merupakan unsur penunjang yang
dapat memperkokoh dan mewarnai unsur cinta
tersebut. Unsur ini ditandai dengan manifestasi
adanya keinginan melakukan hubungan
hubungan tubuh dari dua insan yang berlainan
jenis, adanya kobaran nafsu birahi serta adanya
keinginan dari masing-masing pihak untuk
mendominasi pasangannya secara egois.
Adanya nafsu birahi ini dalam diri kita sebagai
mahluk alam adalah wajar dan bukan sesuatu
yang memalukan. Nah.., kedua unsur tadi
apabila kita ibaratkan seperti minuman tidak
bedanya sebagai ‘kopi’ dengan ’susunya’. Unsur
cinta dapat diibaratkan sebagai kopi dan unsur
kenikmatan seks dapat diibaratkan sebagai
susunya. Kedua unsur yang saling berbeda ini
dapat dinikmati dengan berbagai cara. Apakah
ingin dicampur sehingga menjadi sesuatu yang
baru yang lain rasanya daripada aslinya atau
dinikmati secara sendiri-sendiri sesuai dengan
rasa aslinya!”
“Jadi apa hubungannya dengan arisanmu
sekarang?”
“Nah, arisan ini bertujuan untuk membuat
keadaan yang adil dan berimbang di antara
suami dan istri. Kedua-duanya harus
mempunyai hak yang sama dalam kehidupan
bermasyarakat sesuai dengan tuntutan dari
wanita itu sendiri untuk beremansipasi. Dan hak
itu tidak terkecuali walaupun dalam hubungan
seks, para istri juga harus diberi kesempatan
yang sama seperti para suami. Para istri juga
harus dapat memilih kehendaknya, apakah
sewaktu-waktu dia ingin minum ‘kopinya’ saja,
atau ’susunya’ saja, atau ‘kopi susunya’.
Masalahnya sekarang, bagaimana mewujudkan
hal itu. Kalau dilakukan oleh para suami atau para
istri itu secara sendiri-sendiri, maka akan menjadi
kacau dan malahan tujuannya mungkin tidak
akan tercapai. Oleh karena itu perlu diusahakan
secara terorganisir. Yang paling gampang ya,
dalam bentuk kegiatan arisan seperti ini”, kata
suamiku.
“Iya Mbak, siapa tahu akhirnya para istri juga
akan dapat menikmatinya.., eh malahan jangan-
jangan jadi lebih doyan!” kata Priyono menimpali
komentar suamiku.
“Ah, kau kayak bensin saja.., langsung
nyamber!” kataku.
“Kalau begitu bukankah hal itu juga merupakan
suatu penyelewengan dalam perkawinan?” tiba-
tiba kata istri Priyono berkomentar.
“Tentu saja bukan..! Karena apa definisi
menyeleweng itu? Seseorang itu dikatakan
menyeleweng apabila dia melakukan hal di luar
pengetahuan pasangannya. Atau dengan kata
lain dia melakukan itu secara sembunyi-
sembunyi sehingga pasangannya tidak tahu dan
tidak pernah menyetujuinya. Berlainan dengan
kegiatan ini. Semuanya terbuka dan melalui
persetujuan bersama antara kedua pasangan
suami-istri itu”, jawab suamiku.
Pada akhirnya setelah menjalani debat yang
panjang dalam forum resmi maupun tidak
resmi, aku dan istri Priyono mengalah. Resolusi
para suami itu kami terima dengan catatan kami
ikut dalam kegiatan club ini semata-mata hanya
untuk sekedar ingin tahu saja dan tidak ada
tujuan lain yang lebih dari itu. Selain daripada itu
kami mengalah untuk membuat hati para suami
senang. Oleh karena itulah malam ini akhirnya
aku berada di tempat ini.
Aku mengenakan gaun dari bahan satin yang
agak tipis yang agak ketat melekat di tubuhku.
Aku mengenakan gaun ini adalah juga atas
anjuran suamiku. Suamiku berkata bahwa aku
sangat menarik apabila mengenakan pakaian
yang agak ketat dan terbuka. Aku kira pendapat
suamiku benar, karena dengan memakai gaun
ini aku lihat bentuk tubuhku jadi semakin nyata
lekak-lekuknya. Apalagi dengan model potongan
dada yang agak rendah membuat pangkal buah
dadaku yang putih bersih kelihatan agak
tersembul keluar membentuk dua buah bukit
lembut yang indah.
Tidak berapa lama kami berdiri di depan pintu,
seseorang membuka pintu dan langsung
menyalami kami.
“Selamat datang dan selamat malam”, katanya
langsung sambil menyalami kami.
“Perkenalkan saya Djodi, tuan rumah di sini, dan
ini istriku.., panggil saja Siska!” katanya langsung
memperkenalkan seorang wanita yang tiba-tiba
muncul. Dandanannya agak menor untuk
menutupi kerut wajahnya yang sudah dimakan
usia. Tapi secara keseluruhan bentuk tubuhnya
masih boleh jugalah. Buah dadanya subur
walaupun perutnya kelihatan agak gendut.
Kelihatannya dia itu seorang keturunan Cina.
Selanjutnya kami dipersilakan masuk ke dalam
ruangan tamu.
Suasana dalam ruangan itu kudapati biasa-biasa
saja. Di sudut-sudut ruangan terdapat makanan
kecil dan buah-buahan. Di sudut lainnya ada
sebuah bar yang kelihatan lengkap sekali jenis
minumannya. Sementara itu suara iringan musik
terdengar samar-samar mengalun dengan
lembut dari ruang tamu yang besar. Yang
membedakannya adalah para tamunya.
Kelihatannya tidak begitu banyak, kuhitung
hanya ada belasan orang dan wanitanya semua
berdandan secantik mungkin dengan pakaian
yang lebih seksi daripada yang kukenakan.
Demikian juga aku tidak melihat seorang pelayan
pun atau petugas catering yang biasanya
mengurusi konsumsi dalam pesta-pesta yang
diadakan di rumah-rumah mewah seperti ini.
“Silakan.. help your self saja”, kata nyonya
rumah kepada kami dalam bahasa Inggris logat
Cina Singapore. “Memang sengaja para
pembantu semuanya sudah disuruh ngungsi..,
you know kan, agar privacy kita tidak
terganggu!” katanya lagi dengan suara yang
genit.
Kami segera berbaur dengan pasangan-
pasangan lainnya yang sudah ada di sana.
Priyono dan istrinya sedang mengobrol
dikelilingi beberapa pasangan lainnya. Aku lihat
istri Priyono benar-benar sangat menarik sekali
malam itu dengan pakaiannya yang agak
tembus pandang membuat mata kita mau tidak
mau akan segera terjebak untuk
memperhatikannya dengan seksama, apakah dia
memakai pakaian dalam di balik itu. Sehingga
dalam pakaian itu dia tidak saja kelihatan sangat
cantik akan tetapi juga seksi. Melihat penampilan
istri Priyono, suamiku jadi sangat antusias sekali.
Dia terus memperhatikan istri Priyono tanpa
mempedulikanku lagi. Sikap suamiku yang
demikian menimbulkan juga rasa cemburu di
hatiku. Jadi benar dugaanku, rupanya suamiku
benar tertarik kepada istri Priyono. Pantas saja
dia sering memujinya bahkan sering
mengatakan kepadaku secara bergurau
bagaimana rasanya kalau berhubungan kelamin
dengan istri Priyono.
Tidak berapa lama kemudian tuan rumah beserta
istrinya menghampiri kami. “Mari kita ambil
minum dahulu”, katanya sambil langsung
menuju bar. Salah seorang tamu kemudian
bertindak sebagai bar tender. Dengan cekatan dia
membuatkan minuman yang dipilih masing-
masing orang dan kebanyakan mereka memilih
minuman yang bercampur akohol. Kecuali aku
dan istri Priyono. Aku memang tidak begitu
tahan terhadap minuman beralkohol.
“Anda minum apa?” tanyanya kepadaku dan istri
Priyono.
“Coca cola saja..!” kataku.
“Pakai rum, bourbon atau scotch?” “Terima
kasih.., coca cola saja..!”
“Oo, di sini tidak boleh minum itu! Itu termasuk
minuman kedua yang dilarang di sini..!” katanya
dalam nada yang jenaka. “Minuman pertama
yang dilarang adalah cola atau lainnya yang
dicampur dengan Baygone! Yang kedua
minuman yang anda pilih tadi, jadi mau tidak
mau harus dicampur sedikit dengan rum atau
lainnya. Saya kira ‘rum and cola’ cocok untuk
anda berdua!” katanya lagi sambil terus
mencampur rum dan segelas cola serta
menaruh es batu ke dalamnya.
“Ini.., cobalah dahulu.., buatan bar tender
terkenal!” katanya sambil menyodorkan gelas itu
kepada kami.
Selesai membuat minuman dia segera
bergabung dengan kami.
“Anda cantik sekali dengan busana ini”, katanya
seraya memegang pundakku yang terbuka.
Aku agak menjauhinya seketika karena kukira dia
mabuk. Tapi sesungguhnya hal itu disebabkan
aku tidak terbiasa beramah-ramah dengan
seorang pria asing yang belum kukenal benar.
“Terima kasih”, kataku berusaha menjawabnya.
“Dada anda bagus sekali”, katanya sambil
menatap dalam-dalam ke arah belahan dada
gaunku.
Dia diam sejenak. Kemudian dia mulai
memperhatikanku secara khusus. Kelihatannya
dia sedang menilaiku. Aku dapat membacanya
dari senyumnya yang tersembunyi. Apabila
waktu yang lalu ada seorang laki-laki yang
memandang diriku secara demikian maka
suamiku mungkin akan segera mengirimkan
bogem mentah kepadanya.
Aku pun kemudian mulai memperhatikan
penampilannya. Aku berpikir apakah dia laki-laki
yang akan meniduriku nanti? Tidak begitu jelek
juga, pikirku. Tinggi badannya kira-kira 170 cm,
dengan bahu yang bidang dan wajah yang
ramah menarik. Aku berpikir rupanya dalam
club ini untuk dapat tidur dengan seorang wanita
tidak berbeda bagaikan akan membeli seekor
sapi saja. Namun secara tidak disadari aku
menyukai juga ucapannya itu terutama
datangnya dari seorang pria yang tidak aku kenal
dan di hadapan suamiku. Kuharap dia dengar
kata-kata itu. Kata-kata itu ditujukan kepadaku,
bukan kepada istri Priyono. Ya, pada saat itu aku
merasa agak melambung juga walaupun hanya
sedikit.
Aku segera menghabiskan minumanku. Aku
memang selalu berbuat itu, akan tetapi rupanya
dia mengartikannya lain bahwa aku ingin segera
memulai sesuatu.
“Jangan terburu-buru!” katanya.
“Kita belum lagi tahu cottage mana yang akan
anda tempati”, katanya sambil menambah
minumanku. “Akan tetapi saya senang sekali
apabila nanti kita dapat tempat yang sama dan
segera ke sana.” bisiknya.
Aku menjadi agak terselak seketika. Hal ini
disebabkan bukan hanya aku kaget mendengar
bisikannya itu, tetapi juga minumanku terasa
sangat keras sehingga kepalaku langsung terasa
mulai berat.
“Saya benar-benar baru pertama kali mengikuti
pertemuan ini”, tiba-tiba aku berkata secara
spontan.
“Ohh”, katanya agak kaget. Kemudian dia
menatapku dengan pandangan yang menyesal.
“Saya harap kata-kata saya tadi tidak
menyinggung anda.” bisiknya dengan nada
minta maaf.
“Sungguh.. sungguh tidak”, kataku sambil
memberikan senyuman.
Tidak berapa lama kemudian tuan rumah
mengumumkan akan melakukan penarikan
nomor arisan. Semula aku mengira tuan rumah
akan menarik nama pasangan yang akan
mendapat arisan bulan ini sebagaimana arisan-
arisan biasa lainnya. Akan tetapi dugaanku
meleset. Mula-mula tuan rumah meminta kami
untuk berkelompok secara terpisah antara suami
istri. Para suami membuat kelompok sendiri dan
para istri juga membuat kelompok sendiri.
Selanjutnya kami masing-masing diminta
mengambil amplop kecil dalam dua buah bowl
kristal yang berbeda yang diletakkan pada
masing-masing kelompok. Satunya untuk para
suami dan satunya lagi untuk para istrinya.
Amplop kecil tersebut ternyata berisi sebuah
kunci dengan gantungannya yang bertuliskan
sebuah nomor.
Aku bertanya kepada wanita di sebelahku yang
kelihatan sudah biasa dalam kegiatan ini.
“Kunci ini adalah kunci cottage yang ada di
sekitar villa ini..” katanya. “Jadi nanti kita
cocokkan nomor yang ada di kunci itu dengan
nomor bungalow atau kamar di sana.”
“Terus..” kataku selanjutnya.
“Terus..!?” katanya sambil memandang
kepadaku dengan agak heran. “Terus..? Oh ya..,
kita tunggu saja siapa yang dapat kunci dengan
nomor yang sama!”
Tiba-tiba hatiku menjadi kecut. Aku tidak dapat
membayangkan apa yang akan dilakukan dalam
cottage itu. Apalagi hanya berduaan dengan laki-
laki yang bukan suami kita.
“Jadi kita hanya dengan berdua dalam cottage
itu?”
“Ya, karena kuncinya sudah pas sepasang-
sepasang!”
“Jadi kita tidak tahu siapa yang dapat kunci
dengan nomor yang sama dengan nomor kita?”
kataku untuk menegaskan dugaanku.
“Ya, memang sekarang ini sistemnya berbeda.
Dahulu pada waktu club ini disebut The Golden
Key Club memang kita bisa ketahui karena para
pesertanya mula-mula berada dalam sebuah
kamar masing-masing. Jadi kita tahu siapa di
kamar nomor berapa. Kemudian baru para
suami keluar dan saling tukar menukar kunci
kamar mereka dimana para istrinya berada di
dalamnya. Sekarang sistem itu telah dirubah.
Karena dengan sistem itu ada anggota yang suka
curang. Dia memilih pasangan yang diincarnya
sehingga timbul komplain dari anggota yang
lain. Sekarang masing-masing pasangan
mengambil kunci kamar secara diundi dan
disaksikan oleh semua anggota. Sehingga
sekarang lebih fair karena anggota tidak dapat
memilih pasangannya yang diincar terlebih
dahulu. Kelemahannya dalam sistem ini ada
kemungkinan pasangan suami-istri itu juga akan
mendapatkan nomor yang sama. Kalau sudah
begitu ya nasibnya lah.., kali ini dia tidak dapat
apa-apa.”
Sekarang aku baru mengerti mengapa club ini
dahulu dinamakan The Golden Key Club. Selesai
kami mengambil kunci semua berkumpul
kembali di ruang tamu. Tuan rumah meminta
kami untuk mengambil gelas sampanye masing-
masing kemudian kami bersulang. Aku mereguk
sampanye itu sekaligus sehingga kepalaku kini
terasa semakin berat.
“Dapat nomor berapa?” kata suamiku yang tiba-
tiba sudah berada di sampingku.
“Nomor delapan..!” jawabku.
“Untung..! ”
“Kenapa untung?”
“Ya untung tidak dapat nomor yang sama..,
nomorku duabelas!” katanya.
“Itu bukan untung tapi cilaka.., cilaka duabelas
namanya!”
“Ya tapinya untung juga..!” jawab suamiku.
“Kenapa..?”
“Untung bukan cilaka tigabelas!” jawabnya
sambil tertawa.
“Sudah percuma berdebat di sini..!” kataku. “Eh
kalau Novie dapat nomor berapa ya?” kataku lagi.
“Iya ya.., nomor berapa dia, tolong kau tanyakan
dong!”Rupanya aku tidak usah berpayah-payah
mencari Novie karena tiba-tiba Priyono dan
istrinya sudah berada di dekat kami.
“Eh, kamu dapat nomor berapa?” aku berbisik
kepada Novie. “Nomor duabelas Mbak..”
jawabnya.
Aku jadi terhenyak. Jadi maksud suamiku untuk
meniduri istri Priyono kini tercapai. Aku segera
memberi isyarat kepada suamiku bahwa
nomornya sama dengan nomor dia. Suamiku
kelihatan berseri-seri sekali ketika menerima
isyaratku. Aku jadi agak cemburu lagi melihat
tingkahnya. Dia bernyanyi-nyanyi kecil mengikuti
irama musik yang mengalun di ruangan itu.
Tidak berapa lama kemudian lampu-lampu di
seluruh ruangan itu mulai meredup. Ruangan itu
kini menjadi agak gelap dan alunan musik
berirama slow terdengar lebih keras lagi.
Suasana dalam ruangan itu kini jadi lebih
romantis. Aku lihat beberapa pasangan yang
mulai berdansa tapi kebanyakan dari mereka
menyelinap satu persatu, mungkin menuju
cottage-nya masing-masing, tapi ada juga yang
masih duduk-duduk mengobrol di sofa.
Tiba-tiba Priyono mengajakku untuk berdansa.
Dan sudah barang tentu suamiku segera juga
mengajak istri Priyono berdansa. Ketika kami
berdansa Priyono mendekapku erat-erat. Begitu
sangat eratnya sehingga seolah-olah kami dapat
mendengar degub jantung di dada masing-
masing.
“Kamu dapat nomor berapa?” tiba-tiba Priyono
berbisik di telingaku.
“Nomor delapan!” jawabku.
“Ah, sayang..”
“Mengapa?” kataku lagi.
“Aku nomor enam!” katanya lagi.
“Siapa itu..?” tanyaku.
“Aku dengar sih Nyonya Siska, istrinya tuan
rumah!”
“Wah, enak dong.., orangnya sintal, mungkin
tiga hari nggak habis dimakan!” kataku
berseloroh.
“Jangan ngeledek ya..!” katanya.
“Memangnya kenapa..? Kan betul orangnya
sintal!”
“Potongan seperti itu bukan typeku!” katanya.
“Typemu seperti apa sih?” kataku.
“Seperti kamu..!” katanya lagi sambil terus
mendusal-dusal leherku.
Aku jadi agak bergelinjang juga leherku diciumi
Priyono sedemikian rupa. Selama kami bergaul
belum pernah dia melakukan hal yang tidak
senonoh denganku. Dia sangat sopan
terhadapku. Tapi malam ini tiba-tiba saja dia
berbuat itu. Apakah karena pengaruh alkohol
yang dia minum tadi atau memang selama ini
dia juga mempunyai perasaan yang terpendam
terhadap diriku. Perasaanku kini jadi melambung
kembali. Ditambah dengan pengaruh alkohol
yang aku minum tadi, aku merasakan adanya
gairah birahi yang timbul dalam diriku ketika
berdekapan Priyono sehingga aku pasrah saja
leherku didusal-dusalnya.
“Eh, kau ngerayu, atau mabok..? Kenapa dari
dulu-dulu nggak bilang!” kataku sambil terus
mendekapkan tubuhku lebih erat lagi sehingga
buah dadaku terasa menyatu dengan dadanya.
“Malu sama suamimu!”
“Kenapa malu.., dia sendiri juga sering cerita
bahwa dia suka sama istri kamu, eh sekarang dia
dapat nomor kamar istrimu lagi!” kataku lagi.
“Oh ya..?” kata Priyono. “Kalau aku dulu bilang..,
kau terus mau apa?”
“Tentunya kita nggak usah payah-payah ikut
arisan di sini.. di rumah saja!”
“Ah, kau..!” katanya sambil terus menempelkan
pipinya ke pipiku. Selanjutnya begitu irama
musik hampir selesai, tiba-tiba Priyono meraih
wajahku dan langsung mengecup bibirku
dengan lembut.
Ketika kami kembali ke tempat semula kudapati
suamiku dan istri Priyono sudah tidak ada di
sana. Aku pikir mereka sudah tidak sabar lagi
dan masuk ke cottagenya ketika kami sedang
berdansa tadi. Baru saja kami duduk tiba-tiba
sepasang suami istri datang menghampiri kami
dan mengulurkan tangannya.
“Saya Alex.., dan ini istri saya Mira”, katanya
memperkenalkan diri.
Priyono dan aku menyebutkan nama kami
masing-masing. Selanjutnya kami berbasa-basi
berbincang-bincang sejenak.
“Anda dapat nomor berapa?” dia bertanya
kepada Priyono.
“Enam!” jawab Priyono singkat.
“Saya nomor delapan dan istri saya nomor
enambelas” katanya.
Aku jadi tersentak seketika, demikian juga
Priyono.
“Itu adalah nomorku”, kataku. “Oh ya!” kata Alex
agak kaget. “Saya kira anda berdua sudah
bernomor sama.., tapi anda kan bukan
pasangan suami istri?” katanya lagi.
“Ya..!” kataku hampir serempak.
Kemudian dia berpaling kepada Priyono dan
mengamit lengannya menjauhi kami.
“Bolehkah kita bernegosiasi..” bisiknya kepada
Priyono.
“Saya lihat anda senang sekali dengan nomor
delapan. Sebenarnya saya juga senang dengan
penampilannya, akan tetapi saya sudah
mempunyai janji dengan nomor enam.
Bagaimana kalau kita bertukar nomor? Anda
mengambil nomor delapan dan saya nomor
enam. Sedangkan istri saya memang sudah
sesuai dengan nomor enambelas yang juga
kebetulan tuan rumah kita. Memang hal ini tidak
diperbolehkan apabila ada anggota lainnya yang
tahu. Tapi saya harap hal ini hanya di antara kita
saja.”
Bagaikan mendapatkan durian runtuh, Priyono
segera saja mengiyakan. Kemudian kulihat
mereka bertukar nomor kunci.
“Oh, dear!” kata Alex. “Kali ini saya tidak akan
menginterupsi kalian. Lain kali saya harap saya
dapat nomor anda lagi!” Kemudian dia
melingkarkan tangannya ke tubuhku dan
memberikan sebuah kecupan kecil di bibirku.
Selanjutnya tidak ayal lagi Priyono segera
memegang tanganku dan menuntunku menuju
cottage nomor delapan.
Ketika kami memasuki pintu cottage itu aku
berpikir di sinilah kemungkinan awalnya
perubahan hidupku. Seumur hidupku aku belum
pernah melakukan hubungan badan dengan laki-
laki lain kecuali dengan suamiku sendiri, akan
tetapi hal itu akan berubah dalam waktu
beberapa menit ini. Aku akan menjadi seorang
istri yang serong dan semuanya ini disebabkan
oleh ulah suamiku sendiri. Apakah ada orang
yang akan percaya mengenai hal itu? Secara
jujur begitulah keadaanku dan itulah apa yang
kupikirkan waktu itu. Aku tahu dengan ini aku
memberikan suamiku semacam kepuasan seks
lain sebagaimana yang dia inginkan.
Begitu memasuki cottage itu Priyono langsung
merangkulku dan mulai menghujani wajahku
dengan kecupan-kecupan kecil. Dia kelihatan
begitu sangat bernafsu sekali terhadap diriku.
Aku benar-benar tidak menyangka Priyono
dapat bersikap seperti itu. Selama ini kukenal dia
wajar-wajar saja apabila bertemu denganku.
Apakah pada acara-acara rutin kami atau
kesempatan lainnya. Kupikir apakah hal itu akibat
pengaruh alkohol yang diminumnya tadi atau
mungkin juga memang sejak dahulu dia sudah
mempunyai minat yang besar terhadap diriku
namun dia terlalu sopan untuk
mengungkapkannya dalam kesempatan yang
biasa.
Tidak berapa lama kemudian tangannya segera
menyusup ke balik busanaku yang memang
berpotongan rendah dan menjalar menelusuri
punggungku. Tiba-tiba kusadari betapa
nikmatnya itu semua. Aku merasakan suatu hal
yang luar biasa yang belum pernah kualami
sebelumnya, aku merasa bagaikan kembali pada
saat-saat dimana aku mengalami ciuman yang
pertama dari seorang laki-laki. Hanya kini rasa
sensasi yang muncul dalam diriku aku rasakan
tidak asing lagi. Aku ingin segera ditiduri.
Ketika bibirnya menempel di bibirku aku pun
langsung melumatnya dengan kuat. Selanjutnya
dia merenggangkan mulutku dan
mendorongkan lidahnya di antara gigiku
mencari-cari lidahku yang segera kujulurkan
untuk menyambutnya. Sungguh merupakan
suatu ciuman yang panjang dan lama sekali.
Selanjutnya dengan segera tangannya mulai
meraba daerah sekitar buah dadaku. Aku
mempunyai suatu kelemahan mengenai buah
dadaku, aku maksudkan buah dadaku sangat
sensitif sekali. Begitu buah dadaku tersentuh
maka praktis akan membuatku terus
bergelinjang. Oleh sebab itu ketika tangannya
menyentuh langsung puting susuku maka aku
menjadi bergelinjang dan meliuk-liuk dengan
liarnya. Jari-jariku menghujam di punggungnya
menahan suatu perasaan yang sangat dahsyat.
Pada saat tubuh kami terlepas satu sama lainya,
nafas kami pun memburu dengan hebat. Dia
mulai meneliti busanaku mencari kancing atau
pun reitsleting untuk segera melepaskan busana
itu dari tubuhku. Akan tetapi busanaku memang
hanya mempergunakan karet elastis saja, maka
dengan mudah aku segera melepaskan busana
itu melalui kepala. Aku tidak mengenakan apa-
apa lagi di balik busanaku itu kecuali dua carik
pakaian dalam model bikini yang tipis dengan
warna yang senada dengan kulitku.
“Saya senang dengan puting susu yang besar”,
katanya sambil menyentuh puting susuku
dengan lembut. “Karena cukup untuk menyusui
anaknya dan sekaligus bapaknya.” Aku tidak
menjawab. Kupikir dalam kesempatan seperti ini
dia masih saja bisa berkelakar. Akan tetapi
sebenarnya saat itu aku juga ingin berkata
kepadanya bahwa aku juga ingin segera
menyaksikan bagaimana bentuk tubuh aslinya di
balik kemeja dan pantalonnya itu. Namun aku
merasa masih sangat malu untuk berkata secara
terus terang. Rupanya dia dapat membaca apa
yang ada dalam pikiranku. Sehingga selanjutnya
kudapati dia mulai membuka kancing kemejanya
dan melepaskan kemeja itu dari tubuhnya.
Aku masih teringat bagaimana bentuk dadanya
itu dan bagaimana ketika dia memperlakukan
diriku. Dadanya kecoklat-coklatan hampir
berwarna sawo matang penuh ditumbuhi
dengan bulu dada keriting berwarna hitam di
tengahnya. Otot-ototnya pun semua
kelihatannya sangat kokoh dan seimbang. Ingin
rasanya aku menyentuhkan wajah serta puting
susuku ke dadanya, dan tidak berapa lama
kemudian secara tidak kusadari aku telah
melakukan hal itu. Aku mengecup dadanya
kemudian puting susunya. Betapa aku menggali
kenikmatan dari itu semua.
Ketika aku merapatkan tubuhku ke tubuhnya,
aku dapat merasakan gumpalan alat
kejantanannya di balik pantalonnya yang sudah
menjadi besar dan keras sekali. Dia menggesek-
gesekkan alat kejantanannya tersebut ke tubuhku
yang hanya mengenakan BH serta celana dalam
nylon yang tipis. Sementara itu tangannya telah
menyusup ke balik celana dalamku menelusuri
daerah sekitar pantatku dan meremas-remasnya
dengan kuat daging pantatku yang lembut dan
berisi. Selanjutnya dengan serta merta dia
melucuti celana dalamku ke bawah kakiku,
sementara aku pun merasa semakin
bergelinjang dengan hebatnya. Segera saja
kulemparkan celana dalam itu dengan kakiku
jauh-jauh dari tubuhku. Dia pun kini melepaskan
BH-ku sehingga kini tubuhku benar-benar berada
dalam keadaan bertelanjang bulat berdiri di
hadapannya.
Kemudian Priyono agak menjauh beberapa saat
untuk menurunkan reitsleting calananya. Begitu
reitsleting diturunkan dalam sekejap pantalonnya
pun juga ikut tergusur ke bawah. Dan sudah
barang tentu pemandangan selanjutnya yang
kusaksikan adalah sebuah alat kejantanan yang
sangat besar dan gempal sedang berdiri dengan
tegaknya menentang diriku.
Aku tidak melihat banyak perbedaan dengan
bentuk alat kejantanan suamiku, akan tetapi yang
mengesankan adalah alat kejantanan yang kulihat
sekarang adalah milik seorang laki-laki lain
walaupun dia sahabat suamiku. Seumur hidupku
aku belum pernah menyaksikan alat kejantanan
seorang laki-laki dewasa yang begitu dekat
jaraknya dengan tubuhku kecuali alat kejantanan
suamiku sendiri, apalagi aku sendiri dalam
keadaan bertelanjang bulat, dan tidak berapa
lama lagi dia akan menyetubuhi diriku dengan
alat tersebut. Sehingga secara tidak sadar
kurasakan timbul suatu keinginan dalam diriku
untuk segera memegang bahkan menghisap alat
kejantanan itu, akan tetapi sekali lagi aku masih
tidak mempunyai keberanian melakukan hal itu.
Selanjutnya Priyono meraih dan membopong
tubuhku yang telah bertelanjang bulat itu ke atas
tempat tidur. Aku segera telentang di sana
dengan segala kepolosan tubuhku menanti
kelanjutan dari dari kesemuanya itu dengan
pasrah. Akan tetapi rupanya Priyono belum mau
memasukkan alat kejantanannya ke liang
kewanitaanku. Dia masih tetap saja berdiri
menikmati pemandangan keindahan tubuhku
dengan pandangan yang penuh dengan
kekaguman.
Tatapan mata Priyono ke seluruh tubuhku yang
bugil di lain keadaan juga menumbuhkan
semacam perasaan erotis dalam diriku. Aku
merasakan adanya suatu kenikmatan tersendiri
bertelanjang bulat di hadapan seorang laki-laki
asing yang bukan suamiku sendiri dan
memperlihatkan seluruh keindahan lekuk
tubuhku yang selama ini hanya disaksikan oleh
suamiku saja. Sehingga secara tidak sadar
kubiarkan tubuhku dinikmati mata Priyono
dengan sepuas-puasnya. Malahan ketika tatapan
mata Priyono menyapu bagian bawah tubuhku
secara reflek aku renggangkan keduabelah
pahanya agak lebar seakan-akan ingin
memberikan kesempatan yang lebih luas lagi
kepada mata Priyono untuk dapat menyaksikan
bagian dari tubuhku yang paling sangat rahasia
bagi seorang wanita.
Puas menikmati keindahan tubuhku kini tangan
Priyono mulai sibuk di seluruh tubuhku.
Tangannya mulai meraba dan meremas seluruh
bagian tubuhku yang sensitive. Mulai dari buah
dadaku yang subur berisi sampai pada liang
senggamaku yang ditumbuhi oleh bulu-bulu
halus yang sangat lebat. Aku menjadi tambah
bergelinjang dan tubuhku terasa bergetar
dengan hebat. Secara tidak sadar aku mulai
menggoyang-goyangkan pinggulku dengan
hebat. Liang senggamaku tambah berdenyut
dengan hebat dan terasa licin dengan cairan
yang keluar dari dalamnya. Aku heran
bagaimana seorang laki-laki yang bukan suamiku
dapat membuat diriku menjadi sedemikian rupa.
Tidak pernah kubayangkan sebelumnya bahwa
aku dapat merasakan gelinjang birahi yang
sedemikian hebat dari laki-laki lain yang bukan
suamiku.
Tidak berapa lama kemudian dia berlutut di
depanku dan merenggangkan kedua belah
pahaku lebih lebar lagi. Selanjutnya dia
merangkak di antara kedua belah pahaku dan
menatap langsung ke arah alat kewanitaanku.
Lalu dia membungkukkan tubuhnya agak rendah
dan mulai menciumi pahaku yang lama
kelamaan semakin dekat ke arah liang
kenikmatanku. Kembali aku merasakan suatu
sensasi yang hebat melanda diriku. Aku benar-
benar merasa semakin bertambah liar.
Aku berteriak liar dengan suara yang sukar
dipercaya bahwa itu keluar dari mulutku.
Bagaikan serigala yang ganas Priyono segera
melumat habis-habisan alat kewanitaanku. Mula-
mula dia menjulurkan lidahnya dan mulai
menyapu klitorisku dengan sangat halus sekali
namun cukup untuk membuatku menjadi lupa
daratan. Pinggulku secara otomatis mulai
bergerak turun naik bagaikan dikendalikan oleh
sebuah mesin dalam tubuhku.
Priyono kemudian menurunkan lidahnya lebih ke
bawah lagi dan membuat putaran kecil di sekitar
liang senggamaku dan akhirnya dia sorongkan
lidahnya dengan mahir ke dalamnya. Aku
merasakan darahku menggelegak. Lidahnya
terus keluar masuk berputar-putar menari-nari.
Betapa tingginya seni permainan lidahnya itu
tidak dapat kulukiskan dengan kata-kata. Lebih
jauh dari itu aku tidak tahan lagi dan aku
langsung mencapai puncak orgasme yang
hebat.
“Sudah.. sudahlah”, akhirnya aku berkata.
Priyono tetap meneruskan melahap liang
senggamaku. Sementara itu aku terus-menerus
mengalami orgasme bertubi-tubi namun pada
akhirnya dia berhenti juga. Dan pada saat dia
mengambil posisi untuk menyetubuhi diriku, aku
segera bangkit dan kini tanpa merasa risih lagi
aku segera meraih alat kejantanannya yang
hangat berwarna kemerah-merahan lalu
memasukkannya ke dalam mulutku dan mulai
bekerja dengan lidahku di sepanjang alat
kejantanannya yang begitu terasa keras dan
tegang. Aku merasakan suatu kenikmatan yang
lain yang belum pernah aku rasakan. Aku
merasakan alat kejantanan Priyono mempunyai
aroma yang berlainan dengan alat kejantanan
suamiku.
Kini aku baru sadar alat kejantanan dari setiap
laki-laki juga mempunyai perbedaan rasa yang
khas yang tidak sama antara satu lelaki dengan
lelaki lainnya. Bukan saja dari bentuk dan
ukurannya akan tetapi juga dari aroma yang
dipancarkan oleh masing-masing alat kejantanan
itu. Selain itu aku merasakan alat kejantanan laki-
laki lain ternyata terasa lebih nikmat daripada alat
kejantanan suamiku sendiri. Mungkin hal itu
karena aku mendapatkan sesuatu yang lain dari
apa yang selama ini kurasakan. Jadi walaupun
serupa tetapi tidak sama rasanya.
“Sekarang giliranku untuk meminta berhenti”,
katanya dengan tenang. Sebenarnya aku enggan
melepaskan alat kejantanan yang menggiurkan
itu dari mulutku. Aku ingin merasakan betapa
alat kejantanannya itu memancarkan sperma
dalam mulutku, akan tetapi kupikir tidak akan
senikmat sebagaimana bila alat kejantanannya itu
meledak dalam rahimku dalam suatu
persetubuhan yang sempurna, sehingga kuturuti
permintaannya dan membaringkan tubuhku
dengan kedua belah kakiku ke atas. Selanjutnya
aku menyaksikan sebuah dada yang bidang
menutupi tubuhku dan tidak lama kemudian
kurasakan alat kejantanannya itu mulai terbenam
ke dalam liang senggamaku yang hangat dan
basah. Aku jadi agak mengerang kecil ketika alat
kejantanan yang besar dan gempal itu
memasuki tubuhku.
“Oh, sayang.., sayang”, kata Priyono
bergumam.
“Teruskan.., teruskan! Rasanya dahsyat sekali..!”
kataku secara spontan sambil mengencangkan
otot liang senggamaku sehinga alat kejantanan
Priyono itu terjepit dengan kuat. Kemudian
dengan suatu kekuatan bagaikan sebuah pompa
hydroulis, liang kewanitaanku menghisap dalam-
dalam alat kejantanan itu sehingga terasa
menyentuh leher rahimku.
Secara perlahan-lahan dia mulai menggerakkan
tubuhnya di atas tubuhku. Untuk beberapa saat
aku telentang tanpa bergerak sama sekali
menikmati diriku disetubuhi oleh seorang laki-laki
yang bukan suamiku. Sungguh sulit dipercaya,
aku merasa hal ini sebagai suatu mimpi. Seorang
laki-laki lain yang bukan suamiku kini sedang
memasukkan alat kejantanannya ke dalam
tubuhku dan aku pun sedang menggali semua
kenikmatan darinya.
Selanjutnya aku mulai menggoyang-goyangkan
pinggulku dalam suatu putaran yang teratur
mengikuti gerakan turun naik tubuhnya. Dengan
garang Priyono terus-menerus menikamkan alat
kejantanannya sedalam-dalamnya ke liang
senggamaku secara bertubi-tubi. Alat
kejantanannya dengan teratur keluar masuk dan
naik turun di liang senggamaku yang membuka
serta meremas dengan erat alat kejantanan itu.
Aku merasakan persetubuhan yang sedang kami
lakukan ini betul-betul sangat hebat. Dan
kesemuanya ini disebabkan oleh alat kejantanan
seorang laki-laki lain yang bukan suamiku.
Selanjutnya Priyono mulai menghujamkan
tubuhnya ke tubuhku semakin kuat dan semakin
kencang. Kami jadi bergumulan dengan hebat di
atas tempat tidur saling cabik mencabik tubuh
masing-masing. Tubuh kami bersatu dan
merenggang dengan hebat. Setiap hunjamannya
membawaku ke suatu alam fantasi yang jauh
entah dimana yang tidak pernah kuketahui dan
belum pernah kualami sebelumnya. Yang aku
tahu pada saat itu hanyalah suara desahan
kenikmatan yang keluar dari mulut kami masing-
masing.
Tiba-tiba puncak dari itu semua, kurasakan alat
kejantanannya yang berada dalam liang
senggamaku menjadi sedemikian membesar
dan tegang dengan keras. Liang senggamaku
pun terasa berdenyut lebih keras lagi dan
akhirnya aku merasakan suatu cairan yang
hangat dan kental terpancar dari alat
kejantanannya membanjiri liang senggamaku.
Nafas Priyono dengan kuat menyapu wajahku.
Saat yang mendebarkan itu berlangsung lama
sekali. Sangat sukar aku lukiskan betapa
kenikmatan yang kualami dari kesemuanya itu.
Akhirnya kami terbaring dengan segala kelelahan
namun dalam suatu alam kenikmatan lain yang
belum pernah aku alami bersama suamiku. Yang
terang ketika Priyono menarik alat kejantanannya
dari liang senggamaku, aku merasakan ada
sesuatu yang hilang dari dalam tubuhku.
Sisa malam itu tidak kami sia-siakan begitu saja.
Kami menghabiskan sisa malam itu dengan
melakukan hubungan intim beberapa kali lagi
bagaikan sepasang suami-istri yang sedang
berbulan madu dalam suatu hubungan
persetubuhan yang sangat dahsyat dan belum
pernah kualami bersama suamiku selama ini.
Kami terus berasyik-masyuk sampai saat-saat
terakhir kami kembali ke rumah masing-masing
ketika hari sudah menjelang subuh.
Keesokan harinya ketika aku terbangun, aku
merasa bagaikan seorang wanita yang baru
dilahirkan kembali. Demikian pula suamiku. Aku
merasakan adanya suatu kesegaran dan
kecerahan lain dari yang lain dan penuh dengan
semangat kegairahan hidup. Hal ini membawa
pengaruh kepada hari-hariku selanjutnya. Aku
merasa mendapatkan suatu horizon baru dalam
kehidupan. Demikian juga suamiku, kurasakan
cinta kasih kami semakin bertambah dari waktu-
waktu sebelumnya. Kehidupan rumah tangga
kami serasa lebih harmonis penuh dengan
keceriaan dan kegembiraan daripada waktu-
waktu yang lalu. Dengan demikian tidak
mengherankan kiranya apabila aku dan suamiku
terus menghadiri arisan itu beberapa kali dan
selama itu pula aku telah dapat merasakan
berbagai macam type alat kejantanan laki-laki
dalam berbagai macam bentuk dan ukuran serta
berbagai macam tehnik permainan hubungan
kelamin dengan para suami orang lain. Akan
tetapi yang penting dari kesemuanya itu, di lain
keadaan, aku menyadari suatu hal yang selama
ini tidak pernah terpikirkan maupun
kubayangkan sebelumnya, bahwa alat
kejantanan suami kita sendiri sesungguhnya
juga mempunyai suatu keistimewaan tersendiri.
Aku dapat mengetahuinya kesemuanya itu
karena aku telah dapat membandingkannya
dengan alat kejantanan dari suami-suami orang
lain.
TAMAT


Adult | GO HOME | Exit
1/10947
U-ON

inc Powered by Xtgem.com